Kitab Suci Kristen Vs Katolik: Apa Bedanya?

by Jhon Lennon 44 views

Guys, pernah kepikiran nggak sih, kok kayaknya ada perbedaan antara Kitab Suci yang dipakai sama orang Kristen Protestan dan Katolik? Emang sih, sama-sama kitab suci, tapi kok ada beberapa bagian yang kayaknya beda atau bahkan nggak ada di salah satu pihak. Nah, kali ini kita bakal kupas tuntas soal ini, biar kalian nggak bingung lagi. Kita bakal bahas apa aja sih yang jadi pembeda utama, kenapa bisa ada perbedaan itu, dan apa artinya buat kita sebagai umat beriman. Siap-siap ya, karena kita bakal menyelami dunia Alkitab yang mungkin selama ini cuma sekilas kalian tahu. Pastinya, kita akan bahas dengan santai dan mudah dipahami, biar semua orang bisa ngerti tanpa harus pusing tujuh keliling. Jadi, yuk kita mulai petualangan kita mencari tahu perbedaan antara Kitab Suci Kristen dan Katolik ini, dan semoga setelah baca ini, wawasan kalian makin bertambah luas. Ingat, guys, pengetahuan itu kekuatan, apalagi kalau menyangkut soal keyakinan kita yang paling dalam. Jadi, mari kita sama-sama belajar dan memahami lebih baik lagi. Siapa tahu, setelah ini kalian jadi makin aware dan bisa menjelaskan ke teman-teman kalian yang lain. Seru kan?

Perbedaan Kanon Kitab Suci: Inti Perdebatan

Nah, inti utama dari perbedaan antara Kitab Suci Kristen (Protestan) dan Katolik itu terletak pada kanon Alkitab. Apa sih kanon itu? Gampangnya, kanon itu adalah daftar kitab-kitab yang diakui sebagai bagian dari Alkitab yang terinspirasi oleh Tuhan dan punya otoritas ilahi. Jadi, ini kayak semacam daftar resmi kitab-kitab yang boleh dibaca dan dipercaya. Orang Kristen Protestan umumnya mengikuti kanon yang sama dengan kanon Yahudi untuk Perjanjian Lama, yang terdiri dari 39 kitab. Sementara itu, Gereja Katolik punya kanon yang lebih luas untuk Perjanjian Lama, yang mencakup 46 kitab. Perbedaan ini muncul karena adanya kitab-kitab tambahan yang disebut Deuterokanonika (yang berarti 'kanon kedua'). Kitab-kitab ini, seperti Tobit, Yudit, 1 & 2 Makabe, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh (Ecclesiasticus), dan Barukh, serta tambahan pada Ester dan Daniel, dianggap sebagai bagian dari Kitab Suci oleh Gereja Katolik. Tapi, oleh banyak tradisi Protestan, kitab-kitab ini seringkali dimasukkan dalam kategori 'Apokrifa', yang artinya 'tersembunyi' dan tidak dianggap memiliki otoritas ilahi yang setara dengan kitab-kitab kanon 'protokanonika' (kanon pertama). Kenapa bisa beda gini, guys? Sejarahnya panjang dan kompleks, tapi intinya, Gereja Katolik mengadopsi kanon Septuaginta, yaitu terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani yang populer di kalangan Yahudi pada masa Yesus. Septuaginta ini memang sudah mencakup kitab-kitab Deuterokanonika. Di sisi lain, para reformator Protestan pada abad ke-16, seperti Martin Luther, lebih memilih merujuk pada kanon Ibrani yang disusun lebih kemudian, yang tidak memasukkan kitab-kitab Deuterokanonika. Mereka berargumen bahwa kitab-kitab ini tidak ada dalam kanon Ibrani dan tidak dikutip secara langsung oleh Yesus atau para rasul dalam Perjanjian Baru. Ini bukan berarti ajaran Katolik berbeda jauh, guys, tapi lebih ke soal bagaimana mereka memahami dan menyusun 'daftar kitab suci' yang diakui. Penting untuk diingat, kedua belah pihak sama-sama menghargai Alkitab sebagai Firman Tuhan, hanya saja ada perbedaan dalam cakupan kitab-kitab yang dimasukkan dalam kanon mereka, terutama di Perjanjian Lama. Jadi, kalau kalian lihat Alkitab Katolik punya halaman lebih banyak di bagian Perjanjian Lama, nah, itu dia alasannya. Semuanya punya dasar sejarah dan teologisnya masing-masing.

Sejarah dan Latar Belakang Perbedaan Kanon

Oke, guys, biar lebih ngerti lagi, mari kita gali sedikit soal sejarah kenapa sih kok bisa ada perbedaan kanon Alkitab ini. Ini bukan cuma soal selera, tapi ada latar belakang historis dan teologis yang cukup mendalam. Seperti yang udah disinggung tadi, Gereja Katolik mengadopsi kanon yang lebih luas untuk Perjanjian Lama, yang sebagian besar berasal dari Septuaginta. Septuaginta ini, guys, adalah terjemahan Alkitab Ibrani ke bahasa Yunani Koine yang selesai sekitar abad ke-2 SM. Kenapa Septuaginta jadi penting? Karena pada masa Yesus dan para rasul, bahasa Yunani adalah lingua franca di seluruh wilayah Mediterania, termasuk Yudea. Banyak orang Yahudi Hellenistik (yang berbahasa Yunani) lebih akrab dengan Septuaginta daripada teks Ibrani aslinya. Dan yang menarik, kitab-kitab Deuterokanonika ini sudah termasuk di dalamnya dan digunakan dalam ibadah serta pengajaran pada masa itu. Gereja Kristen mula-mula pun banyak mengutip dari Septuaginta. Jadi, ketika Gereja Katolik meresmikan kanonnya di Konsili Hippo (393 M) dan Konsili Kartago (397 M dan 419 M), mereka memilih untuk memasukkan kitab-kitab yang sudah umum digunakan dan dihormati dalam tradisi gereja, yang sebagian besar mengikuti kanon Septuaginta. Ini adalah keputusan gerejawi yang didasarkan pada tradisi apostolik dan penggunaan yang sudah ada. Nah, beda cerita nih sama kalangan Reformasi Protestan di abad ke-16. Para reformator, terutama Martin Luther, merasa perlu mengembalikan Alkitab ke apa yang mereka anggap sebagai bentuk aslinya, yaitu kanon Ibrani yang lebih pendek. Mereka berargumen bahwa kitab-kitab Deuterokanonika ini tidak ditemukan dalam koleksi kitab suci Ibrani yang diakui oleh orang Yahudi pada masa itu, dan mereka juga melihat bahwa kitab-kitab ini tidak dikutip secara langsung oleh para penulis Perjanjian Baru. Luther sendiri awalnya menempatkan kitab-kitab ini di bagian terpisah dalam terjemahan Alkitabnya, menyebutnya 'Apokrifa', yang berarti 'tidak untuk dibaca di gereja' atau 'tidak asli'. Keputusan ini punya dampak besar, guys, karena banyak gereja Protestan kemudian mengikuti jejak Luther dan menolak kitab-kitab Deuterokanonika dari kanon mereka. Jadi, bisa dibilang, perbedaan kanon ini adalah hasil dari dua tradisi yang berbeda dalam memandang dan mengumpulkan kitab suci, satu berdasarkan tradisi gereja mula-mula yang menggunakan Septuaginta, dan yang lain berdasarkan pada kanon Ibrani yang lebih ketat. Ini bukan soal mana yang 'benar' atau 'salah' secara mutlak, tapi lebih ke bagaimana otoritas gerejawi dan tradisi historis membentuk pemahaman tentang apa saja yang termasuk dalam Firman Tuhan yang terinspirasi. Memahami ini penting biar kita nggak saling menyalahkan, tapi malah makin menghargai keragaman dalam kekristenan. Seru kan kalau sejarahnya dibedah satu-satu?

Perjanjian Baru: Kesamaan yang Menyatukan

Oke, guys, setelah kita bahas soal perbedaan yang lumayan kentara di Perjanjian Lama, ada kabar baik nih. Untuk Perjanjian Baru, baik umat Kristen Protestan maupun Katolik sepakat 100%! Ya, kalian nggak salah dengar. Semua tradisi Kristen mengakui 27 kitab yang sama sebagai Perjanjian Baru yang terinspirasi oleh Tuhan. Mulai dari Injil Matius, Markus, Lukas, Yohanes, Kisah Para Rasul, surat-surat Paulus (Roma, 1 & 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 & 2 Tesalonika, 1 & 2 Timotius, Titus, Filemon), surat-surat umum (Ibrani, Yakobus, 1 & 2 Petrus, 1, 2 & 3 Yohanes, Yudas), sampai kitab Wahyu (Kitab Kiamat). Ini adalah bagian Alkitab yang paling penting karena berisi kisah hidup, ajaran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus, serta fondasi gereja mula-mula. Kenapa bisa sama persis gini, guys? Karena Perjanjian Baru ini ditulis belakangan, di masa gereja sudah mulai terbentuk dan punya otoritas yang jelas. Para Bapa Gereja mula-mula (seperti Irenaeus, Tertullian, Origen) sudah punya daftar kitab yang hampir sama. Proses kanonisasi Perjanjian Baru ini lebih lancar dan disepakati bersama oleh seluruh gereja Kristen. Jadi, kalau kalian lagi baca tentang Yesus, tentang iman Kristen, tentang bagaimana hidup sebagai pengikut Kristus, kalian sedang membaca bagian Alkitab yang sama persis dengan saudara-saudari seiman kalian, entah mereka Protestan maupun Katolik. Ini adalah poin penting yang menyatukan umat Kristen di seluruh dunia. Fokus pada ajaran Yesus, kasih, pengampunan, dan panggilan untuk menjadi saksi-Nya, semua itu ada di dalam 27 kitab suci ini. Jadi, meskipun ada perbedaan di Perjanjian Lama, jangan sampai itu jadi pemecah belah ya, guys. Sebaliknya, kita bisa saling menguatkan dengan fondasi Perjanjian Baru yang sama kuatnya. Ini menunjukkan bahwa inti pesan keselamatan dan ajaran Kristus itu universal dan diterima oleh semua cabang kekristenan. Jadi, kalau lagi ngobrolin soal Perjanjian Baru, kalian bisa lebih pede karena kita semua ada di halaman yang sama. Mantap kan?

Apa Implikasinya Bagi Umat Percaya?

Nah, sekarang muncul pertanyaan penting, guys: Apa sih dampaknya perbedaan kanon Kitab Suci ini buat kita sebagai umat yang percaya? Apakah ini berarti ajaran Kristen Katolik dan Protestan jadi berbeda drastis? Jawabannya, tidak secara fundamental. Seperti yang kita lihat, Perjanjian Baru yang berisi inti ajaran Kristus itu sama persis. Kitab-kitab Deuterokanonika yang ada di Alkitab Katolik dan tidak ada di Alkitab Protestan itu mayoritas berisi nasihat moral, sejarah, dan hikmat yang melengkapi ajaran-ajaran lain dalam Alkitab. Misalnya, kitab Tobit berisi kisah tentang pentingnya doa, puasa, dan pertolongan malaikat. Kitab Yudit mengisahkan keberanian seorang wanita saleh yang membela bangsanya. Sirakh banyak berisi nasihat bijak tentang kehidupan sehari-hari, seperti pentingnya mengendalikan lidah, bersikap adil, dan menghormati orang tua. Ini bukan ajaran yang bertentangan, tapi lebih ke penekanan atau konteks tambahan. Gereja Katolik menganggap kitab-kitab ini terinspirasi dan punya otoritas untuk mengajar, sementara tradisi Protestan menganggapnya sebagai bacaan yang bermanfaat secara historis dan moral, tapi tidak punya otoritas ilahi yang setara. Jadi, kalau ada orang Katolik merujuk pada ayat dari kitab Makabe, itu sah-sah saja dalam tradisi mereka. Begitu juga kalau orang Protestan fokus pada kitab-kitab 'protokanonika'. Yang terpenting adalah bagaimana kita menerapkan kasih, keadilan, kerendahan hati, dan iman kepada Yesus Kristus dalam kehidupan kita sehari-hari. Ajaran inti tentang keselamatan melalui iman kepada Yesus, Trinitas, pentingnya kasih kepada Tuhan dan sesama, itu adalah pilar yang sama bagi kedua tradisi. Perbedaan kanon ini lebih kepada perbedaan dalam struktur Kitab Suci, bukan perbedaan dalam pesan inti Injil. Malah, perbedaan ini bisa jadi kesempatan untuk saling belajar dan menghargai. Orang Protestan bisa belajar dari kekayaan sejarah dan tradisi yang ada di kitab-kitab Deuterokanonika (meskipun tidak menganggapnya kanon), dan orang Katolik bisa terus menekankan ajaran-ajaran utama dari seluruh kanon mereka. Pada akhirnya, yang paling penting adalah bagaimana kita hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, guys, dengan bimbingan Roh Kudus dan Firman-Nya, terlepas dari buku mana yang kita jadikan rujukan utama. Jadi, jangan sampai perbedaan kecil ini jadi bahan pertengkaran, tapi jadikanlah itu sebagai pengingat bahwa kekristenan itu kaya dan beragam, namun tetap bersatu dalam Kristus. Cool kan?

Kesimpulan: Menghargai Perbedaan, Merayakan Kesatuan

Jadi, guys, kesimpulannya, perbedaan utama antara Kitab Suci Kristen (Protestan) dan Katolik itu memang ada di kanon Perjanjian Lama, di mana Gereja Katolik memasukkan kitab-kitab Deuterokanonika, sementara kebanyakan tradisi Protestan tidak. Namun, untuk Perjanjian Baru, kedua belah pihak sama sekali tidak berbeda, yaitu terdiri dari 27 kitab yang sama. Perbedaan di Perjanjian Lama ini punya akar sejarah dan teologisnya sendiri, terkait dengan penggunaan Septuaginta oleh Gereja mula-mula dan pilihan para reformator di abad ke-16. Penting untuk dipahami bahwa perbedaan ini tidak menggoyahkan inti ajaran Kristen yang berpusat pada Yesus Kristus, keselamatan melalui iman, dan kasih kepada Tuhan serta sesama. Kitab-kitab Deuterokanonika lebih bersifat melengkapi dan memberikan konteks tambahan, bukan ajaran yang bertentangan. Bagi kita sebagai umat percaya, perbedaan ini seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan kesempatan untuk saling belajar, menghargai, dan merayakan keragaman dalam Tubuh Kristus. Kita bisa sama-sama bertumbuh dalam iman dengan mempelajari Firman Tuhan, baik dari kitab-kitab protokanonika maupun deuterokanonika (bagi yang Katolik), dan yang terpenting, menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ingat, guys, kesatuan di dalam Kristus jauh lebih penting daripada perbedaan dalam detail kanon. Mari kita gunakan pengetahuan ini untuk membangun jembatan pemahaman, bukan tembok pemisah. Semoga artikel ini bisa menjawab rasa penasaran kalian dan menambah wawasan. Tetap semangat dalam perjalanan iman kalian! Peace out!